Adanya
Kristen Stewart dalam American Ultra membuat
saya tertarik untuk menontonnya. Saya sangat merindukan Kristen
Stewart tanpa manusia serigala. Dan American Ultra membalas
kerinduan saya. Sepanjang 95 menit, tidak ada manusia serigala,
manusia harimau, tukang bubur, atau preman yang baru pensiun. Tidak
ada itu semua. Film ini diisi oleh peran Kristen Stewart sebagai
Phoebe Larson,
perempuan muda semi
cabe-cabean yang sedang labil dan Mike
Howell (Jesse
Eisenberg)
yang lagi-lagi menjadi pemuda yang pantas untuk dikasihani. Mereka berdua menjalin kasih dan tinggal bersama. Namun, alangkah kejutnya Phoebe ketika mengetahui bahwa pria yang menjadi kekasih hatinya ternyata seorang manusia dengan kekuatan spesial tanpa telor dan tanpa jeroan. Kekasihnya ternyata merupakan hasil percobaan pemerintah dengan kode "ultra". Saya curiga, jangan-jangan dia bukan manusia, tetapi seekor sapi yang menghasilkan susu UHT. Phoebe dan Mike pun berusaha mempertahankan nyawa mereka dari pasukan jahat dengan salah satu pembunuh bernama Laugher yang hobi tertawa. Saat bicara, dia tertawa. Saat membunuh, dia tertawa. Bahkan saat tertawa pun dia tertawa.
Pada seperlima bagian pertama, cerita masih berkutat pada kehidupan pasangan pemuda labil dan masalah yang menerpa Agen CIA, Victoria Lasseter (Connie Britton). Seperlima film kedua dan ketiga menghadirkan ketegangan dan inti cerita serta aksi tembak-menembak dengan intensitas tinggi.
Pada seperlima bagian pertama, cerita masih berkutat pada kehidupan pasangan pemuda labil dan masalah yang menerpa Agen CIA, Victoria Lasseter (Connie Britton). Seperlima film kedua dan ketiga menghadirkan ketegangan dan inti cerita serta aksi tembak-menembak dengan intensitas tinggi.
American
Ultra dapat menggambarkan suasana
kota kecil dengan sangat indah. Kesepian yang dialami oleh Howell
juga begitu terasa pada awal film. Karakter Rose (John Leguizamo)
juga cukup menambah kesan latar tempat yang sempit. Ledakan-ledakan
yang terjadi di akhir juga cukup menengangkan. Sama menegangkannya
ketika ada orang yang menggedor-gedor pintu toilet ketika Anda sedang
khidmat membuang hajat. Kegilaan yang ditunjukkan oleh Walton Goggins
lewat perannya sebagai seorang antagonis bernama Laugher juga membuat
tensi ketegangan terjaga. Ekspresi dan suara tawanya sangat gila.
Lebih gila dari para pengemis kursi yang gagal terpilih. Scoring
oleh Marcelo Zarvos cukup
membantu adegan aksi dan suasana tegang semi galau. Salah satunya ketika adegan petasan berhamburan bak anak SD yang merayakan lebaran. Jika saja Marcelo
Zarvos mau bekerja sama dengan Rhoma Irama membuat kembali film
Satria Bergitar, saya
yakin, film itu akan menjadi film dengan musik terbaik sepanjang
sejarah film dangdut Indonesia. Meskipun harapan saya terlalu
mustahil untuk diwujudkan, saya masih berharap Rhoma membuat sebuah
film yang berkualitas. Bahkan, kalau bisa, Kristen Stewart berperan
dalam film Rhoma. Saya rasa Stewart cukup pantas memainkan peran Ani.
Di
balik keindahan latar tempat dan sinematografi dari Michael
Bonvillain, cerita dalam film ini masih terlalu standar. Salah satu
kekurangan yang saya sayangkan dalam film ini adalah kurang
terikatnya emosi penonton dengan tokoh Mike Howell. Saya tidak merasa
kasihan dengan keadaannya. Walaupun secara fisik dia sudah terlihat
seperti Jokowi sedang terkena tifus. Saya lebih kasihan pada pejabat
di Indonesia yang sedang rusuh akibat perusahaan tambang. Saya juga
cukup bersimpati dengan kesedihan dari wajah ketua dewan ketika
ditanya soal perusahaan tambang. Saya yakin ketua dewan itu bisa
menjadi salah satu aktor pemenang FFI di masa depan.
Sangat
indah dalam pengambilan gambar, namun masih kurang dalam pendalaman
emosi pada karakternya. Anda akan merasa terhibur ketika menonton
film ini. Namun jika Anda mencari nilai-nilai khusus, ilmu
pengetahuan, ilmu agama atau ilmu negosiasi tambang, saya sarankan
Anda tidak menontonnya.
0 komentar:
Posting Komentar