11/16/2015

Film, Keabsurdan, dan Subjektifitas

  Jauh Setelah Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI diproduksi, terjadi peristiwa besar di Republik Indonesia. Sebuah tragedi yang sangat memilukan. Belasan petinggi TNI dibunuh pada malam yang sama. Darah berceceran, rakyat resah, Jokowi, yang kala itu masih berusia empat tahun mungkin berlari-lari ketakutan tanpa baju. Karena disuruh ibunya untuk segera mandi. Mungkin juga ibunda Jokowi yang berlari-lari ketakutan karena ternyata dia juga belum mandi. Entahlah.

  Adaptasi peristiwa G30S/PKI ke dalam film adalah contoh representasi realita. Dengan menonton film, manusia bisa memahami kehidupannya lewat alur, karakter, dan elemen-elemen film yang lain. Itulah representasi realita. Jadi, definisi singkat representasi realita adalah: realita yang direpresentasikan. Entah apa makna dari "realita yang direpresentasikan" saya menulis kalimat tersebut hanya untuk mengisi celah dalam blog karena kemiskinan ide akibat pidato salah satu presiden dari negara yang tidak berkembang di Brookings Institute yang membuat saya berpikir dengan kurang jernih. Mungkin saya butuh Pure it untuk menjernihkan otak saya.

Absurd, menurut KBBI artinya, sesuatu yang tidak masuk akal atau mustahil. Contoh dari hal absurd adalah bertahannya Jokowi di kursi presiden selama satu tahun. Keabsurdan adalah bagian dari kehidupan. Sebenarnya hidup ini adalah kumpulan dari sesuatu yang absurd dan terjadi berulang-ulang hingga hal yang absurd itu berubah menjadi sesuatu yang normal. Contohnya, perempuan bergoncengan tiga tanpa helm. Kalau semua perempuan di dunia masih waras, tidak ada cabe-cabean yang biasa bergoncengan tiga. Gonceng dua saja susah bagi orang gemuk seperti saya.

Sedangkan subjektif adalah lebih kepada keadaan dimana seseorang berpikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan perasaan atau selera orang. perkiraan dan asumsi. Dalam blog ini, saya akan menulis hal-hal yang sangat berkaitan dengan film. Salah satunya resensi. Dan resensi film saya akan bersifat subjektif karena saya tidak objektif. Saya akan sangat susah bersikap objektif ketika melihat karya seni.

Silahkan Anda nikmati blog saya ini. Kalau Anda tidak cocok dengan pendapat saya, tidak apa-apa. Karena film itu sama dengan kentut. Semua orang pasti punya bau dan suara kentut yang berbeda-beda. Tidak ada film yang sama persis satu sama lain. Kecuali film yang memang sama persis.
Share: 

0 komentar:

Posting Komentar